PERENCANAAN IRIGASI
DAERAH KALI BOMO BLAMBANGAN
A. Menentukan Letak Bendung Dan Pembagian Daerah
Atas Petak
Untuk
menentukan letak bendung kita harus bisa mengambil letak yang sebaik-baiknya
(Strategis), Supaya dalam penentuan itu
kita mendapatkan luas yang semaksimal mungkin dan pula dalam perencanaannya
harus mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan pokok dengan Tofografi atau
keadaan alam sekitarnya, misalkan daerah pegunungan dataran, biaya yang akan
dikeluarkan dan faktor lain yang mungkin ada hubungannya dengan daerah yang
akan dibangun bendung tersebut.
Adapun dalam perencanaan ini letak
bendung berada disungai Bomo Blambangan dengan ketinggian tanah ± 64,43 meter
dari permukaan laut.
Dalam perencanaan ini diharapkan
apabila letak bendung direncanakan ditempat tiidak terlalu banyak
bangunan-bangunan yang betul-betul dibuat, sehingga dapat mengirit biaya yang
ada.
Pada
prinsipnya kita harus merencanakan bendung yang betul-betul mempunyai kedudukan
pada tempat yang cukup strategis, agar fungsi dari pada bendung ini lebih
efisien sesuai dengan kebutuhan perencanaan yang diinginkan.
Pembagian petak-petak direncanakan
pada peta pengaliran Kali Bomo dari peta yang mempunyai skala 1 : 25000, dimana
mempunyai kemiringan rata-rata, sehingga bisa bahwa daerah ini merupakan daerah
dataran.
Untuk itu diambil luas setiap petak
biasa antara 60-80 ha dan max. 100 ha,tetapi secara umum yang direncanakan oleh
Dirjen Irigasi tidak lebih dari 80 hektar.
Dari petak-petak yang sudah dibuat
itu untuk membedakan sawah mana yang menerima air dari saluran sekunder atau dari
saluran induk langsung, maka diberi warna yang jelas. Petak-petak sawah yang mendapatkan air dari satu serokan
sekunder diberi warna yang sama, begiru pula petak-petak yang mendapat air dari
serokan induk langsung.
Unutk mempermudah pelaksanaan
pembagian air dan pengontrolan dari masing-masing petak diberi nama yang
singkat tapi jelas, seperti yang diterangkan
pada bagian muka tadi.
Adapun
pembagian batas-batas petak dapat digunakan jalan raya yang telah ada, jalan
kereta api, sungai, Kampung yang dilewati dsb.
B. Penentuan Besar
Kapasitas Saluran
Untuk pengairan daerah Kali Bomo
Blambangan ini digunakan lengkung tegelnya (c) sama dengan l (satu) sasuai
dengan kriteria perencanaan irigasi yang dipakai di Indonesia.
Untuk kebutuhan air normal (a)
diambil 1,5 lt/dt/ha dengan demikian kapasitass saluran dapat di rumuskan, :
Q
= a . C . A à
dimana : Q = debit
kapasitas saluran (m³/dt)
a
= Kebutuhan air normal (lt/dt/ha)
A
= Luas daerah yang diari (ha)
C
= Koefisien lengkung tegal = 1
1).
Pehitungan saluran tersier :
1.
Sal Tersier Kd3 ka
a
= 1,5 lt/dt/ha
c
= 1,164
A
= 86,28 ha
Maka
: Q = a . c . A
= 1,5 . 1,164 .
86,28 = 150,64 lt/dt = 0,151 m³/dt
C.
Penentuan Dimensi Tiap Saluran
Untuk perhitungan dimensi saluran
dipergunakan dasar-dasar perhitungan yang dipakai oleh Direktorat Irigasi.
Cara I :
Untuk cara pertama kita sudah
menentukan perbandingan b/h kemiringan talud, kecepatan rencana, cara ini
disebut cara “Strickler” dengan menggunakan rumus dan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Q = F
x V
2. F = (
b + t h ) h
3. O = b
+ 2 h √ ( 1 + t²)
4. R = F
/ O
5. i = V
/ ( K . R ^ (2/3))
Dimana :
Q
= Banyaknya air tiap detik (
m³ / dt )
F
= Luas penampang basah (
m²
)
V
= kecepatan air dalam saluran (
m / dt )
h
= tinggi muka air (
m )
b
= lebar dasar saluran (
m )
t
= kemiringan talud -
O
= Keliling basah (
m )
R
= jari-jari hidrolis (
m )
i
= kemiringan saluran
Cara “strickler” ini
dipergunakan untuk mencari dimensi saluran tersier dan saluran sekunder.
Cara II
Untuk cara kedua ini kita harus
membuat atau menentukan kemiringan dasar saluran terlebih dahulu ( a-line )
dengan langkah :
-
Tentukan
panjang saluran induk
-
Kemiringan
lereng dari bangunan satu ke bangunan berikutnya untuk setiap salurannya ( I
awal )
-
Dari
beberapa I awal tersebut di plot ke dalam grafik “Bagan perencanaan Saluran”
bersama masing-masing Q-nya.
-
Tarik
garis a-line dari beberapa titik tersebut.
-
Untuk
kemudian diperoleh harga I √ R dan I
Langkah-langkah
perhitungannya :
1. Cari
R, dari rumus I √ R tadi.
2. cari
V, V = K . R ^(2/3) . I ^(1/2)
3. A = Q
/ V
4.
Tentukan n, dan m (talud) dar tabel.
5. A = (
m + n ) h²
6.
Diperoleh h awal dari rumus 3 dan 5
7.
Masukan h = ho kedalam rumus :
Vo =
K ho . ( n + m ) / ( n + 2 m²
+ 1 ) ^ (2/3) .i ^ (1/2)
8. Luas
basah : Ao = Q / Vo
9. h1 =
Ao / ( m + n )
10.
check, apakah h1 – ho < 0,005 atau = 0,005
Bila h1
- ho < 0,005 à h1 sebagai h rencana
Bila h1 – ho > 0,005 à h1 sebagai ho untuk perhitungan selanjutnya.
( diulang terus menerus sampai
diperoleh 0,005 )
Cara
kedua ini dipergunakan untuk menetukan dimensi saluran Primer atau saluran
induk.
C. I Saluran tersier dan saluran
sekunder
1.
Saluran tersier B1Ki1
Q
Sal = 0,154 m³ / dt
V
= 0,301 m / dt
b
/ h = 1
Kemiringan
talud = 1 : 1
F
= Q / V = 0,154 / 0,301 = 0,5116 m²
F
= ( b + t h ) . h = ( h + 1 h ) = 2 h² à h² = 0,5116 / 2 = 0,2558
h
= √ 0,2558 = 0,5058 m ~
0,50 m
b
= h à 0,50 m
F
= 2 h ²
= 2 ( 0,50 ) ²
= 0,5 m²
V
= Q / F = 0,154 / 0,5 = 0,308 m/dt
O
= b + 2b √ ( 1 + t² ) à 0,50 + 2 ( 0,50 ) √ ( 1 + 1² ) = 0,50 + 1 √ 2 = 1,9142
R
= F / O = 0,5 / 1,9142 = 0,261
i
= ( V / (K x R ^ (2/3))²
= ( 0,308 / (40 . 0,261 ^ (2/3))²
= 0,000355
Kesimpulan
:
Q
= 0,154 m³/dt h = 0,50
m V =0,308 m/dt t= 1 : 1
b
= 0,50 m i =
0,000355
D. Perhitungan pintu Romijin :
Sesuai dengan kriteria perencanaan
Irigasi (Kp–04) bagiana bangunan, lebar standar untuk alat pintu Romijin adalah
0,50 , 0,75 , 1,00 , 1,25 dan 1,50 m.
Untuk harga-harga lebar standar ini semua
pintu, kecuali satu tipe, mempunyai panjang standar mercu 0,5 m, untuk mercu
horizontal dan jari-jari 0,10 m, untuk meja berujung bulat satu lagi di
tambahkan agar sesuai dengan bangunan sadap tersier yang debitnya kurang dari 1
liter/det. Lebar pintu ini 0,50 tepi mercu horizontalnya 0,33 m dan jari-jari
0,07 untuk ujungnya.
Tabel besaran debit yang di anjurkan
untuk alat ukur Romijn standar.
Untuk daerah irigasi Kali Bomo pintu
rominjinnya digunakan lebar 0,50 m karena q rata-rata tidak lebih dari 0,22
m³/dt (saluran tersiernya)
Perhitungan
h dan z Kd3 ka
Q = 0,151
m³/dt b = 0,5 m
Q = 1,71
. b . h ^(3/2)
h^(3/2) =
Q : 1,71 . b
h^(3/2) =
0,177 à h = 0,315
z = 1/3 h
à z = 1/3 x 0,315 = 0,105
P = 0,21
+ h = 0,21 + 0,315 = 0,525.
E. Penentuan Tinggi
Muka Air Pada Tiap-Tiap Saluran
1. Saluran Tersier
Tinggi muka air pada saluran tersier
ditentukan oleh letak sawah tertinggi yang akan diairi pada petak tersier.
Tinggi air yang tergenang disawah di ambil 0,10 meter ditambah dengan panjang saluran kali kemiringan.
Contoh perhitungan
a).
Saluran Tersier KP3 ka
- letak
sawah tertinggi :+5
- Jarak
dari pintu : 0
- Tinggi
yang tergenang : 0,10 meter
-
Kemiringan : 0,342̄³
Maka tinggi muka air sebelah hilir
pintu pengambilan adalah :
= A +
0,10 + l . i
= 5 +
0,10 + 0 . 0,342̄³ = 5,10 m
Sedangkan tinggi muka air sebelah
udik ditambah lagi dengan z (diambil 0,11) jadi :
5,10 +
0,11 = 15,21 m
b).
Saluran Sekunder
menetukan
tinggi muka air pada saluran sekunder yaitu tergantung dari pada tinggi muka air
saluran tersier yang dialiri oleh saluran tersebut. Tinggi muka air di hilir
saluran adalah tinggi muka air yang tertinggi dari slauran tersier yang diambil
dari saluran sekunder tersebut.
Tinggi muka air di udik saluran
adalah tinggi muka air di hilir ditambah dengan panjang salurran kali
kemiringan,
Contoh
Perhitungan :
KD3 ka = + 5,21 m
KD3 ki = + 5,21 m
Ambil
yang tertinggi 5,21 m
B + L i
5,21 +
1200 . 0,262 . 10̄³
5,21 +
0,314
5,524
Maka air
di udik :
5,524 +
0,10 = 0,564
Sebagai rekapitulasi sawah tertinggi
dan panjang saluran dapat di lihat pada tabel 2.
cara membaca tabel pintu romijn bagaimana? terimakasih
BalasHapusP = 0,21 + h = 0,21 + 0,315 = 0,525.
BalasHapusmau tnya pada perhitungan pintu romjin
0.21 itu nilai apa? ketetapan?
bisa minta filenta untuk pembelajaran
BalasHapus